Tuesday, August 26, 2008

TENTANG KAWASAN BERIKAT

Kawasan berikat

I. PENGERTIAN

Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB)adalah perseroan terbatas, koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan ijin untuk menyelenggarakan KB.
Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB)adalah perseroan terbatas, koperasi yang melakukan kegiatan usaha pengolahan di Kawasan Berikat.
II. KETENTUAN UMUM
Penetapan suatau bangunan, tempat atau kawasan sebagai Kawasan Pabean serta pemberian ijin PKB dilakukan dengan KEPPRES.
Perusahaan yang dapat diberikan ijin sebagai PKB adalah :
Dalam rangka penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Dalam rangka Penanaman Modal asing (PMA), baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing
Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas
Koperasi yang berbentuk badan hukum, atau
Yayasan
Untuk mendapatkan ijin PKB, perusahaan harus telah memiliki kawasan yang berlokasi di kawasan industri
Dalam hal kawasan yang dimiliki perusahaan berada di dalam daerah yang tidak mempunyai kawasan industri, maka kawasan tersebut harus termasuk dalam kawasan peruntukkan industri yang ditetapkan Pemda TK II.
Dalam hal suatu perusahaan telah memiliki industri sebelum ditetapkan keputusan ini, perusahaan industri yang bersangkutan. dapat ditetapkan menjadi PKB yang merangkap sebagai PDKB.
III. KEWAJIBAN PKB:
Membuat pembukuan/ catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran KB
Menyelenggarakan pembukuan sesuai denagn Standar Akuntansi Keuangan Indoensia (SAKI)
Memberikan ijin PDKB atau persetujuan berusaha kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di KB yang dikelolanya
Memasang tanda nama perusahaan dan No./tanggal ijin PKB yang dimiliki ditempat yang dapat dilihat umum dengan jelas.
Melaporkan kepada Kepala Kantor apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi.

IV. KEWAJIBAN PDKB :

Setelah mendapatkan ijin PDKB/ persetujuan usaha di KB dari PKB, memberitahukan kepada Direktur Jenderal BC melalui PKB dalam waktu 14 (empat belas) hari sebelum memulai kegiatan.
Membuat pembukuan/catatan serta menyimpan dokumen atas pemasukan, pemindahan dan ppengeluaran barang/bahan di KB.
Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan, pemindahan, dan pengeluaran barang/bahan ke dan dari KB sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (SAKI)
Memberi kode untuk setiap jenis barang sesuai denan sistem pembukuan perusahaan secara konsisten
Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun
Menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai
Meyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan KB apabila dilakukan audit oleh DJBC/DJP
Membuat dan mengirim laporan 3 (tiga) bulanan kepada Kepala Kantor paling lambat 10 bulan berikutnya tentang persediaan bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi.

V. LARANGAN :
PDKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan pabrik asal impor yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB tanpa persetujuan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
VI. TANGGUNG JAWAB PKB/PDKB :
PKB/PDKB bertanggung jawab terhadap :
Bea Masuk
Cukai
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Penjualan Barang Mewah
Pajak Penghasilan Ps.22 impor yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari Kawasan Berikat.

VII. PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Pemasukan barang impor berupa barang modal/peralatan yang dipergunakan untuk pembangunan/konstruksi, perluasan, penyelenggaraan kantor KB diberlakukan ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor
Pemasukan barang modal/peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi, barang/bahan ke KB dapat berasal dari :
Tempat Penimbunan Sementara
Gudang Berikat
Kawasan Berikat lainnya
PDKB dalam satu Kawasan Berikat
Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan
Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)
Pemasukan barang modal/peralatan pabrik yang digunakan secara langsung dalam proses produksi :
tidak diperbolehkan atas barang yang terkena peraturan larangan impor ke Kawasan Berikat
tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal
tidak diberlakukan ketentuan tata niaga di bidang impor
harus menggunakan dokumen BC 2.3 yang dilampiri dokumen pendukung
Pengeluaran barang hasil olahan PDKB ditujukan untuk :
Ekspor
Kawasan berikat lainnya
Sesama PDKB dalam satu Kawasan Berikat
Entrepot Tujuan Pameran, atau
Daerah Pabean Indonesia Lainnya, maksimal 25 % dari nilai realisasi ekspor/pengeluaran ke PDKB lainnya yang telah dilaksanakan
Sub Kontrak sebagian pekerjaan dapat dilimpahkan pada :
Perusahaan industri yang berada di KB lainnya
DPIL, dengan dilakukan pemeriksaan dan dipertaruhkan jaminan oleh perusahaan yang tergolong dalam Daftar Putih
Pekerjaan Sub Kontrak paling lama 60 hari

VIII. MESIN/PERALATAN PABRIK
Dapat dipinjamkan kepada PDKB lainnya atau SubKontraktor di DPIL paling lama 12 bulan (dapat diperpanjang 2x12 bulan) dengan pemeriksaan fisik dan mempertaruhkan jaminan
Dapat direparasi di luar negeri paling lama 12 bulan dengan menggunakan PEBT
Dapat direparasi di DPIL dengan pemeriksaan fisik dan mempertaruhkan jaminan
Dapat diganti dan dilakukan reekspor atau dipindahtangankan kepada PDKB lain, atau dimasukkan ke DPIL dengan membayar bea masuk dan pajak sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor atau dimusnahkan.

IX. FASILITAS-FASILITAS :
Impor barang modal, peralatan, alat kantor untuk dipakai PKB/PDKB diberi penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22
Impor barang/bahan untuk diolah di PDKB diberi penangguhan BM, bebas cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22
Pemasukan Barang Kena Pajak dari DPIL untuk pengolahan lebih lanjut tidak dipungut PPN dan PPnBM
Pengeluaran barang/bahan ke perusahaan industri di DPIL/PDKB lainnya dalam rangka Sub Kontrak tidak dipungut PPN dan PPnBM
Penyerahan kembali barang kena pajak hasil Sub Kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL/PDKB lainnya kepada PDKB asal tidak dipungut PPN dan PPnBM
Peminjaman mesin/peralatan pabrik dalam rangka Sub Kontrak kepada perusahaan industri di DPIL/PDKB lainnya dan pengembalian pinjaman ke PDKB asal tidak dipungut PPN dan PPnBM
Pemasukan Barang Kena Cukai dari DPIL untuk diolah lebih lanjut diberikan pembebasan cukai
Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PPKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakukan terhadap barang yang diekspor
Pengeluaran yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan/penangguhan BM, cukai dan pajak dalam rangka impor diberikan pembebasan BM, cukai dan tidak dipungut PPN, PPnBM serta PPh Pasal 22 impor

X. PUNGUTAN NEGARA
Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM,Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 dengan dasar perhitungan :
bea masuk, berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat impor untuk dipakai dan Nilai Pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB
Cukai berdasarkan ketentuan tentang cukai
PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan Pemeriksaan pabean di KB dilaksanakan oleh DJBC
XI. DAFTAR PUTIH
PDKB dapat dimasukkan di dalam daftar Putih apabila :
selama 12 bulan berturut-turut tidak melakukan pelanggaran
selalu memenuhi klewajiban pabean dan perjakan dengan baik dan tepat waktu
hasil post audit menunjukkan profil perusahaan baik Daftar Putih bagi perusahaan baru berdiri atas permohonan yang bersangkutan dan dicabut apabila dikemudian hari melanggar salah satu syarat di atas

XII. AUDITING
DJBC melakukan auditing atas pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan/pengeluaran/pemindahan/ pencacahan barang.
Bila terdapat selisih kurang atau adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, PDKB bertanggung jawab atas pelunasan BM, cukai, PPN, PPnBM, PPh Pasal 22 yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda 100% dari pungutan yang terutang
Bila selisih lebih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
XIII. PEMBEKUAN IJIN PKB
Menteri Keuangan atas saran Direktur Jenderal membekukan ijin PKB dalam hal :
Hasil audit kepabeanan menunjukkan adanya pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara
PKB berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan hutang
PKB menunjukkan ketidakmampuan menyelenggarakan KB Pembekuan ijin PKB dapat diubah menjadi pencabutan ijin atau dapat diberlakukan kembali
Pembekuan ijin PKB diubah menjadi Pencabutan Ijin apabila :
PKB tidak mampu melunasi utangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
PKB tidak mampu lagi mengusahakan Kawasan Berikat Pembekuan Ijin PKB dapat diberlakukan kembali apabila
PKB telah melunasi utangnya
PKB telah mampu kembali mengusahakan Kawasan Berikat

XIV. PENCABUTAN IJIN PKB
Presiden RI menetapkan pencabutan ijin PKB dalam hal :
PKB tidak melakukan kegiatan selama 12 bulan berturut-turut
Ijin usaha industri tidak berlaku lagi
Dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan
bertindak tidak jujur dalam usahanya
Tidak melaksanakan kewajibannya setelah proses pembekuan ijin
Atas permohonan PKB sendiri
Barang modal, peralatan dan peralatan kantor milik PKB yang dicabut ijinnya dalam waktu 30 hari sejak tanggal pencabutan, harus :
Diekspor kembali
Dipindahtangankan ke PKB lain
Dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor
Dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC

Lewat dari 30 hari barangnya dinyatakan sebagai Barang Tidak Dikuasai
Barang/Bahan yang rusak atau busuk, PDKB wajib :
Mereekspor dan atau
Memusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor BC
Memasukkan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan
Barang sisa/potongan dari PDKB dapat :
Mengeluarkan ke DPIL dengan m,elunasi BM, cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 sepanjang memenuhi ketentuan kepabeanan menggunakan Pemberitahuan Pabean;
Memusnahkan di bawah pengawasan Pejabat BC yang mengawasi Kawasan Berikat yang bersangkutan

PENGELUARAN HASIL PRODUKSI KAWASAN BERIKAT KE DAERAH PABEAN INDONESIA LAINNYA (DPIL)

Batasan Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat Ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)
Fasilitas Kawasan Berikat diberikan antara lain kepada perusahaan industri yang orientasi pengeluaran (penjualan) produknya adalah untuk tujuan ekspor dan/atau untuk dijual ke Kawasan Berikat (PDKB) lainnya.
Meskipun orientasinya untuk ekspor, PDKB tetap dapat melakukan penjualan hasil produksinya untuk pasar lokal Indonesia atau Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL). Karena bagaimanapun pasar lokal juga merupakan bagian dari pasar global (pasar international).

Meskipun demikian PDKB tidak dapat sembarangan menjual produknya ke DPIL. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Disamping itu penjualan atau pengeluaran produk dari KB ke DPIL juga dibatasi jumlah atau nilainya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kep. Menkeu) Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, diatur bahwa PDKB dapat menjual hasil produksinya ke DPIL setelah ada realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
Adapun jumlah pengeluaran ke DPIL tersebut dibatasi nilainya sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
Dengan demikian, umpamanya suatu PDKB telah melakukan ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lain senilai US $ 5.000 maka PDKB tersebut dapat mengeluarkan barang hasil produksinya ke DPIL sebanyak-banyaknya senilai US $ 1.250.
Perubahan Persentase Pengeluaran ke DPIL
Berdasarkan Kep. Menkeu Nomor 547/KMK.01/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, batasan pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL mengalami penyempurnaan menjadi sebagai berikut:
a. untuk komponen, yaitu barang atau bahan yang akan dirangkai dan/atau digabungkan dengan barang atau bahan lain dalam perkaitan atau pembuatan suatu barang yang lebih tinggi derajatnya yang sifat hakikinya berbeda dari produksi semula, sebanyak-banyaknya berjumlah 50 % (lima puluh persen); danb. untuk barang lainnya, sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh lima persen);dari nilai realisasi ekspor dan/tau pengeluaran ke PDKB lainnya.
Selanjutnya dengan Kep. Menkeu Nomor 349/KMK.01/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL kembali mengalami perubahan sehingga menjadi sebagai berikut:
a. Pengeluaran ke DPIL untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Bapeksa Keuangan (sekarang fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor / KITE) diperlakukan sama dengan pengeluaran untuk ekspor;
b. Pengeluaran ke DPIL, setelah realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya dalam jumlah:
b.1. untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%;
b.2. barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf b.1. sebesar 100%;dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
Lebih lanjut Direktorat Teknis Kepabeanan menjelaskan bahwa perbedaan antara barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% dengan 100% adalah sebagai berikut :
a. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% adalah barang-barang yang tujuannya bukan untuk diolah lebih lanjut, melainkan untuk tujuan lain misalnya dijual ke pasar atau kepada konsumen akhir.Barang-barang tersebut dapat berupa peralatan elektronik, pakaian jadi, meubel, makanan kaleng, dan barang jadi lainnya.
b. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 100% adalah barang-barang yang tujuannya untuk diolah lebih lanjut (barang yang memerlukan proses lebih lanjut, tidak dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan bukan digunakan oleh konsumen akhir).Barang-barang tersebut dapat berupa benang untuk membuat kain, kain untuk membuat baju, spare part untuk dirakit, dan barang “setengah jadi lainnya”.
c. Adapun maksud dari diberikannya batasan pengeluaran ke DPIL yang lebih besar (100 %) untuk barang hasil produksi PDKB yang memerlukan proses lebih lanjut adalah karena barang tersebut menunjang industri dalam negeri, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan memperbaiki kondisi ekonomi nasional.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, batasan penjualan barang hasil produksi KB ke DPIL mengalami perubahan kembali yaitu
a. Pengeluaran barang ke DPIL diberikan dalam jumlah :
a.1. sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut dan dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya serta dugunakan oleh konsumen akhir
a.2. sebanyak-banyaknya 60% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1.;
b. Pengeluaran barang ke DPIL sebanyak-banyaknya 75% darijumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, diberikan khusus kepada PDKB yang hasil produksinya digunakan untuk mensuplai perusahaan pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak di bidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical.
c. Selisih nilai hasil produksi dari barang yang dikeluarkan sebagaimana tersebut butir a dan b, dikeluarkan untuk diekspor, diolah lebih lanjut ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan/atau ke PKB/PDKB lain atau dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC.
Jadi dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005, batasan penjualan barang hasil produksi dari KB ke DPIL tidak lagi didasarkan pada realisasi ekspor, tetapi berdasarkan jumlah nilai hasil produksi.
Namun sampai saat artikel ini ditulis belum ada petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tersebut sehingga belum dapat dilaksanakan. Namun jumlah nilai hasil produksi dapat ditafsirkan sebagai total Harga Pokok Produksi (HPP) barang yang diproduksi PDKB. Misalkan PDKB dapat memproduksi barang dengan HPP senilai 1 juta USD, maka PDKB tersebut dapat menjual ke DPIL barang hasil produksi senilai 500 ribu USD, dan sisanya dapat diekspor, dijual kepada perusahaan pengguna fasilitas KITE, dan/atau kepada PDKB lainnya.

DAFTAR PUTIH

DASAR HUKUM:
Pasal 18 KMK No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat jo. Pasal 41 KEP DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 jo. Surat Edaran DJBC No. SE-10/BC/1998 tanggal 18 Maret 1998.
URAIAN:
Daftar putih merupakan fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) yang dianggap baik oleh karenanya harus memenuhi persyaratan : dalam jangka waktu satu tahun tidak pernah melakukan pelanggaran, selalu memenuhi kewajiban pabean dan perpajakan dengan baik dan tepat waktu, serta hasil post audit menujukkan profil perusahaan baik.
Daftar putih ini dapat diberikan kepada PDKB yang sudah beroperasi maupun yang baru berdiri. PDKB yang baru berdiri dapat diberikan walaupun belum diketahui past performancenya karena fasilitas daftar putih ini akan mengikat perusahaan yang baru berdiri untuk menunjukkan kredibilitasnya selama menggunakan fasilitas KB.
Namun terhadap PDKB yang baru berdiri ini tidak langsung saja disetujui masuk dalam daftar putih namun harus memberikan surat pernyataan (janji) bahwa yang bersangkutan akan menjadi PDKB yang patuh dan taat.
Dengan demikian ada dorongan bagi PDKB yang baru berdiri tersebut untuk menjadi PDKB bonafid sejak pertama kali beroperasi.
Manfaat dari fasilitas daftar putih ini adalah apabila PDKB diwajibkan untuk mempertaruhkan jaminan (misalnya untuk melakukan pemberian pekerjaan sub kontrak kepada perusahaan di DPIL), maka jaminan tersebut dapat berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) sehingga tidak perlu mempertaruhkan jaminan tunai, customs bond, jaminan bank dan lainnya. Yang artinya akan menghemat cash flow perusahaan.
PERSYARATAN:
Bagi PDKB yang telah beroperasi :
(1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan PKB merangkap PDKB;(2) Rekomendasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai berkaitan dengan performance perusahaan selama menggunakan fasilitas KB dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut;(3) Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak berkaitan dengan performance perusahaan tentang kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan;(4) Rekomendasi dari Direktorat Verifikasi dan Audit berkaitan dengan hasil post audit perusahaan yang bersangkutan;(5) Data perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang selama 12 bulan terakhir;(6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan.
Untuk PDKB yang baru berdiri dan belum beroperasi :
(1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan PKB merangkap PDKB;
(2) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepabeanan selama menggunakan fasilitas Kawasan Berikat;
(3) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan tepat waktu;
(4) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memberikan data-data yang sebenarnya apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
(5) Profile Perusahaan;
(6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan;
(7) Perkiraan perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang untuk jangka waktu satu tahun.

FASILITAS DAN MANFAAT KAWASAN BERIKAT

Fasilitas Kepabeanan dan Perpajakan
Fasilitas Kawasan Berikat merupakan fasilitas yang "mewah" bagi perusahaan industri / manufaktur yang berorientasi ekspor karena mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sebagai berikut :
Penangguhan Mea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22:
· atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap PDKB;
· atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB;
· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.
Tidak dipungut PPN dan PPnBM
· atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut;
· atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;
· atas pengeluaran barang dan atau bahan ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak;
· atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;
· atas peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.
Pembebasan cukai:
· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut;
· atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.
Disamping itu perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat masih bisa memperoleh kemudahan seperti:
Barang modal berupa mesin asal impor apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pengimporannya atau sejak menjadi aset perusahaan dapat dipindahtangankan dengan tanpa kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
PDKB yang termasuk dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada KPBC yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB yang dipersyaratkan untuk mempertaruhkan jaminan.
Manfaat Kawasan Berikat
Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut diatas, maka manfaat yang bisa dipetik oleh pengusaha dengan mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat antara lain:
Efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS / Pelabuhan).
Fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya perpajakan.
Cash Flow Perusahaan serta Production Schedule lebih terjamin.
Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan kecil melaui pola kegiatan sub kontrak.

PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT

I. Dasar Hukum
1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan;
2. Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tanggal 4 Juni 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1997;
3. Pasal 3, 4 dan 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturanan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;
4. Pasal 7 s.d Pasal 15 Keputusan DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;
5. SE DJBC No. SE-07/BC/2004 tanggal 7 April 2004 tentang Ketentuan Terhadap Penyelenggara dan/atau Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB) Yang Menguasai Lokasi TPB Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa.
II. Pengertian
1. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor
2. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk meyelenggarakan KB
3. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB
III. Syarat Pendirian Kawasan Berikat
1. Perusahaan yang dapat diberikan Izin sebagai PKB dan atau PDKB :
a. Dalam rangka PMDN
b. Dalam rangka PMA, baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing
c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas
d. Koperasi yang berbentuk badan hukum
e. Yayasan
2. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan izin sebagai PKB / PKB merangkap PDKB
a. Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait;
b. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau, UPL & UKL;
c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);
d. Fotokopi bukti kepemilikan/penguasaan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun);
e. Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
f. Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;
g. Surat Keputusan dari instansi Pemda terkait / Perda yang menetapkan area calon KB merupakan Kawasan Industri / Kawasan Peruntukan Industri (Kedepannya ijin KB hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam KAWASAN INDUSTRI);
h. Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)
i. Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)
3. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan persetujuan beroperasinya sebagai PDKB
a Rekomendasi dari PKB;
b Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait;
c Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);
d Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun) ;
e Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
f Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;
g Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik;
h Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)
i Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)
VI. Penetapan perijinan Kawasan Berikat
a. untuk izin PKB atau PKB merangkap PDKB ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan keputusan tentang Penetapan sebagai KB serta Persetujuan PKB merangkap PDKB;
b. untuk persetujuan beroperasi sebagai PDKB ditetapkan oleh Direktur Jenderal up. Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.
V. Kegiatan Dalam Kawasan Berikat
Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL.
Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.
Tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan barang ke dan dari pergudangan atau penimbunan di KB tersebut dilakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;